Sekolah yang akan Anda kunjungi kini diberi nama salah satu wanita paling berpengaruh di Hindia Belanda pada awal abad ke-20, yakni Raden Adjeng Kartini. Walaupun Kartini tidak berperan langsung dalam pendirian sekolah ini – sudah meninggal dunia pada 1904 dalam usia 25 tahun – namun pemikiran progresifnya tentang perlunya pendidikan bagi anak perempuan telah menginspirasi seorang tokoh yang, ketika sekolah ini didirikan, mendapat nama seorang pengacara dan politikus Belanda Conrad Theodor van Deventer (1857-1915).
Dalam setahun setelah kematian Kartini dan penerbitan pemikirannya, Van Deventer mendirikan Perhimpunan Dana Kartini (Vereeniging Kartinifonds) di Belanda. Kegiatan amal ini bertujuan untuk menginisiasi dan membantu pendirian Sekolah Kartini: sekolah dan asrama khusus untuk anak perempuan. Dalam waktu sepuluh tahun, perhimpunan ini dapat membangun sepuluh Sekolah Kartini di seluruh Jawa. Sekolah Kartini pertama dibuka di Semarang pada 1913.
Meskipun Van Deventer tidak dapat melihat hasil usahanya – dia tutup usia dua tahun setelah perhimpunan dana didirikan – perhimpunan Kartini tetap dilanjutkan demi mempromosikan gagasannya. Perhimpunan ini bahkan berkembang lebih jauh pada tahun 1916, dan diputuskan untuk membangun asrama yang menyediakan sekolah menengah dan sekolah kejuruan bagi anak-anak perempuan. Dalam rangka mengenang jasa Van Deventer, Perhimpunan Kartini menamai sekolah ini Sekolah Van Deventer.
Gedung yang akan Anda kunjungi adalah sekolah Van Deventer pertama di Hindia Belanda yang diresmikan pada tahun 1923: dua tahun setelah sekolah ini diresmikan di bangunan sementara Sekolah Kartini di Karreweg (sekarang Jalan Dr Cipto-Jalan Kartini).
Untuk sekolah asrama ini, rancangan Karsten terdiri dari tiga bagian utama: sebuah bangunan masuk yang simetris, dua pavilyun rendah yang membentang secara diagonal dari belakang bangunan masuk dan sebuah lapangan yang luas dengan pandangan lepas ke arah barat. Tak diragukan lagi, elemen paling mengagumkan kompleks ini adalah aula terbuka yang terletak di tengah bangunan masuk. Dengan atap dan langit-langit yang tinggi, ditopang oleh empat kolom utama, aula ini bagaikan sebuah pendopo Jawa. Selain itu, berkat rancangan dan posisi ini, lorong secara bersamaan berfungsi sebagai simpul bagi bagian-bagian lain yang menyebar lalu seolah bersatu kembali.
Kini, bangunan ini digunakan sebagai SMA Kartini, sebuah sekolah negeri untuk anak laki-laki maupun perempuan. Dalam rangka menampung siswa yang terus bertambah, bangunan ini jelas telah mengalami serangkaian perubahan. Namun, rancangan asli Karsten masih bisa dinikmati, dari dalam maupun dari luar.
Untuk menuju ke Rumah Sakit Elisabeth (LATLON: -7.008220, 110.419091), obyek kesembilan dalam tur ini, ada tiga pilihan.
JALAN KAKI (diperkirakan 30 menit)
- Seberangilah jalan lewat jembatan penyeberangan.
- Berbaliklah pada saat tiba di jalan yang lain ke arah utara melalui Jalan Sultan Agung hingga Anda mencapai Jalan Kawi – sebuah jalan kecil di samping bangunan pusat perkantoran.
- Berbeloklah ke kanan ke Jalan Kawi 1.
- Teruslah berjalan melintasi Jalan Kawi 1 hingga mencapai Jalan Kagok Dalam I di sisi kiri Anda.
- Berjalanlah menyusuri Jalan Kagok Dalam I hingga mencapai jalan raya (Jalan Kawi) – untuk mencapai jalan raya, ikuti belokan ke arah kanan di Jalan Kagok Dalam I.
- Saat Anda mencapai jalan raya, beloklah ke kiri dan gerbang Rumah Sakit Elisabeth berada sekitar 100 meter di sisi kanan jalan.
TRANSPORTASI UMUM (diperkirakan 20 menit)
- Dari halte TransSemarang di Jalan Sultan Agung di depan SMA Kartini, ambil TransSemarang koridor 3A.
- Berhentilah di halte berikutnya yakni halte Taman Diponegoro.
- Seberangilah jalan dan berjalanlah melalui Taman Diponegoro.
- Di penghujung Taman Diponegoro, beloklah ke kanan.
- Sekitar 100 meter, akan terlihat Rumah Sakit Elisabeth di kiri Anda.
TRANSPORTASI SWASTA (diperkirakan 10 menit)
Gunakanlah aplikasi taksi online atau layanan taksi konvensional di Jalan Sultan Agung.